Hukum Free Ongkir dalam Fikih
BincangSyariah.Com– Bagaimana hukum free ongkir dalam fikih? Seperti namanya, free ongkir berarti biaya gratis pengiriman barang ke tempat pembeli. Free ongkir merupakan salah satu strategi pemasaran oleh penjual agar menarik minat pembeli.
Penjual berharap calon pembeli akan tertarik membeli produk yang ditawarkan dengan tanpa mengeluarkan ongkos kirim yang mahal. Dengan gratis biaya pengiriman, pihak pembeli tidak perlu mengeluarkan biaya tersendiri selain harga produk yang dibeli.
Mengenai kewajiban upah mengantar barang yang dibeli, dalam Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah, dijelaskan bahwa upah mengantar yang diperlukan dalam menyerahkan barang yang dijual itu menjadi tanggung jawab pembeli menurut pendapat Syafi’iyyah.
Pendapat yang kedua, dari Hanafiyyah, yang berkewajiban membayar upah tersebut itu sesuai dengan umumnya daerah tersebut. Apabila kebiasaannya yang membayar itu pembeli, maka yang berkewajiban juga pembeli tersebut. Sebaliknya, apabila penjual, maka yang berkewajiban juga penjual tersebut.
أَمَّا أُجْرَةُ النَّقْل الْمُحْتَاجِ إِلَيْهِ فِي تَسْلِيمِ الْمَبِيعِ الْمَنْقُول فَقَدِ اخْتَلَفُوا فِيهَا عَلَى قَوْلَيْنِ
الْقَوْل الأَوَّل: أَنَّهَا عَلَى الْمُشْتَرِي وَهُوَ قَوْل الشَّافِعِيَّةِ وَنَصَّ عَلَيْهِ الإِمَامُ أَحْمَدُ؛ لأَنَّهُ لاَ يَتَعَلَّقُ بِهِ حَقُّ تَوْفِيَةٍ
قَالُوا: وَقِيَاسُهُ أَنْ يَكُونَ فِي الثَّمَنِ عَلَى الْبَائِعِ
الثَّانِي: عَلَى حَسَبِ عُرْفِ الْبَلْدَةِ وَعَادَتِهَا
وهُوَ قَوْل الْحَنَفِيَّةِ عَلَى مَا نَصَّتْ عَلَيْهِ الْمَادَّةُ ٢٩١ مِنْ مَجَلَّةِ الأَحْكَامِ الْعَدْلِيَّةِ
“Adapun upah pengantaran yang diperlukan untuk menyerahkan barang yang bisa dipindahkan, ulama’ berbeda pada dua pendapat. Pendapat pertama, upah tersebut menjadi kewajiban pembeli, pendapat ini merupakan pendapat Syafi’iyyah dan juga imam Ahmad, karena tidak berkaitan dengan hak menunaikan.
Ulama kemudian mengatakan, berdasar demikian maka qiyasnya upah mengantar uang pembayaran itu kewajiban penjual. Pendapat kedua, yang berkewajiban itu berdasar kebiasaan dan tradisi daerah tersebut. Pendapat ini berasal dari Hanafiyyah berdasar dari yang tercantum dalam materi 291 majallatul ahkam al adliyyah. (Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah, hal 49)
Dengan demikian, sesuai dengan penjelasan tersebut, pada dasarnya yang berkewajiban membayar upah / ongkos kirim mengantar barang ialah pihak pembeli. Namun, boleh saja bagi penjual bertabarruk’ [bermurah hati] menanggung ongkos pengiriman barang.
Mengenai definisi tabarru’, dalam al madkhol ila fiqhil mu’amalah al Maliyah dijelaskan
وأما التبرع في الاصطلاح فلم يضع الفقهاء تعريفا له, وانما عرفوا أنواعه من وصية و هبة ووقف. والذي يستنتج من مجموع تعريفاتهم لأنواعه أنه : “بذل المكلف مالا أو منفعة لغيره في الحال أو المآل بلا عوض بقصد البر و المعروف غالبا”
“Adapun tabarru’, ulama’ fikih tidak memberikan sebuah definisi khusus. Mereka hanya mengenalkan macam-macamnya tabarru’ seperti wasiat, hibah, dan wakaf. Bila disimpulkan dari himpunan definisi ulama’ mengenai macam-macam tabarru’, ialah pemberian seorang mukallaf harta atau manfaat pada orang lain seketika atau di kemudian secara percuma yang pada umumnya dengan tujuan kebaikan.” (al Madkhal ila Fiqhil Mu’amalat al Maliyyah,hal 46)
Kesimpulan
Sejatinya yang berkewajiban membayar upah pengiriman barang adalah pihak pembeli. Namun, tidak mengapa apabila penjual menanggung ongkos pengiriman tersebut agar menarik minat pembeli.
Demikian penjelasan hukum free ongkir dalam fikih. Wallahu a’lam. [Baca juga:Hukum Belanja Online Saat Khutbah Jumat ]
Terkait
Desain Rumah Kabin
Rumah Kabin Kontena
Harga Rumah Kabin
Kos Rumah Kontena
Rumah Kabin 2 Tingkat
Rumah Kabin Panas
Rumah Kabin Murah
Sewa Rumah Kabin
Heavy Duty Cabin
Light Duty Cabin
Source link