Hukum Shalat di Kereta Api
BincangSyariah.Com– Dalam artikel ini, penulis hendak membahas hukum shalat fardhu di atas kereta api, salah satu moda transportasi yang digemari ketika perjalanan jarak jauh.
Shalat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang telah baligh dan berakal. Secara lazimnya, seseorang melaksanakan shalat di musala, masjid, rumah, dan sebagainya yang mana dapat menunaikan sholat dengan mudah dan tenang.
Namun, terkadang terdapat situasi dimana seseorang tidak dapat menunaikan shalat seperti biasanya, semisal telah tiba waktu shalat dalam keadaan masih di perjalanan.
Syarat dari shalat fardhu adalah seorang yang shalat harus menghadap kiblat dan diam/istiqror. Ini berbeda dengan sholat sunnah dimana ketika bepergian diperbolehkan tidak menghadap kiblat dan sambil berjalan, tentunya dengan ketentuan-ketentuan yang dijelaskan dalam kitab-kitab fikih.
شَرْطُ الْفَرِيضَةِ الْمَكْتُوبَةِ أَنْ يَكُونَ مُصَلِّيًا مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مُسْتَقِرًّا فِي جَمِيعِهَا فَلَا تَصِحُّ إلَى غَيْرِ الْقِبْلَةِ فِي غَيْرِ شِدَّةِ الْخَوْفِ وَلَا تَصِحُّ مِنْ الْمَاشِي الْمُسْتَقْبِلِ وَلَا مِنْ الرَّاكِبِ الْمُخِلِّ بِقِيَامٍ أَوْ اسْتِقْبَالٍ بِلَا خِلَافٍ
“Syarat shalat fardhu harian ialah seorang yang sedang shalat menghadap kiblat dan diam di tempat semasa shalat.
Sehingga tidak sah shalat menghadap selain kiblat selain kondisi kegentingan yang parah dan tidak sah sholatnya orang sambal berjalan meski menghadap kiblat dan shalatnya orang naik kendaraan yang melanggar syarat berdiri atau menghadap kiblat tanpa adanya perbedaan pendapat.” (al-Majmu’ Syarh al Muhadzab, juz 4, hal 241)
Shalat di atas kereta api memenuhi syarat istiqror/diam, karena sebagai penumpang, seseorang tersebut tidak dianggap berjalan atau bergerak meskipun kereta api melaju, ini dianalogikan dengan keterangan di fikih klasik menaiki hewan tunggangan yang dikendalikan orang lain.
Berbeda bila menaiki hewan tunggangan dan dikendalikan sendiri misalnya, tidak diperbolehkan shalat fardhu sebab diperhitungkan ia juga berjalan ketika hewan tersebut juga berjalan.
وَلَوْ صَلَّى شَخْصٌ فَرْضًا عَيْنِيًّا أَوْ غَيْرَهُ عَلَى دَابَّةٍ واقفة وتوجه إلى الْقِبْلَةَ وَأَتَمَّهُ أَيْ الْفَرْضَ فَهُوَ أَعَمُّ مِنْ قَوْلِهِ وَأَتَمَّ رُكُوعَهُ وَسُجُودَهُ جَازَ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ مَعْقُولَةً لِاسْتِقْرَارِهِ فِي نَفْسِهِ وَإِلَّا بِأَنْ تَكُونَ سَائِرَةً أَوْ لَمْ يَتَوَجَّهْ أَوْ لَمْ يُتِمَّ الْفَرْضَ فَلَا يَجُوزُ لِرِوَايَةِ الشَّيْخَيْنِ السَّابِقَةِ وَلِأَنَّ سَيْرَ الدَّابَّةِ مَنْسُوبٌ إلَيْهِ بِدَلِيلِ جَوَازِ الطَّوَافِ عَلَيْهَا فَلَمْ يَكُنْ مُسْتَقِرًّا فِي نَفْسِهِ
“Apabila seseorang melaksanakan shalat fardhu baik fardhu ain atau selainnya di atas hewan yang diam dan menghadap kiblat dan menyempurnakan fardhu sholat maka sholat tersebut diperbolehkan meski hewan tidak diikat sebab orang tersebut dianggap diam/istiqror.
Apabila hewan tersebut berjalan atau orang tersebut tidak menghadap kiblat atau tidak menyempurnakan fardhu sholat, maka tidak boleh karena riwayat dari Imam Bukhori dan Imam Muslim dan karena gerakan hewan juga dianggap sebagai gerakannya dengan dalil boleh thawaf serta naik hewan, maka orang tersebut tidak dianggap memenuhi istiqror. (Fathul Wahhab, juz 1, hal 44)
Kemudian penjelasan dalam kitab Fathul Wahhab tersebut dijelaskan lebih lanjut oleh Syaikh Sulaiman al Jamal dalam hasyiyahnya
وَيَقْتَضِي أَنَّهُ لَوْ لَمْ يَكُنْ مَنْسُوبًا إلَيْهِ بِأَنْ كَانَ زِمَامُهَا بِيَدِ غَيْرِهِ وَكَانَ مُمَيِّزًا وَالْتَزَمَ بِهَا الْقِبْلَةَ وَاسْتَقْبَلَ الرَّاكِبُ وَأَتَمَّ الْأَرْكَانَ فِي جَمِيعِ الصَّلَاةِ جَازَ وَهُوَ كَذَلِكَ كَمَا يُفْهَمُ مِنْ شَرْحِ م ر وَصَرَّحَ بِهِ سم اهـ شَيْخُنَا
“Dan penjelasan (tidak sah shalat di atas hewan yang bergerak karena orang yang shalat dianggap berjalan apabila hewan berjalan), implikasinya ialah apabila berjalannya hewan tidak menjadikan orang yang shalat dihitung berjalan semisal tali kendali hewan di tangan orang lain yang mumayyiz dan mengarahkan hewan ke kiblat, seseorang yang shalat juga menghadap kiblat dan menyempurnakan rukun-rukun sholat, maka diperbolehkan sholat fardhu dalam keadaan demikian.” (Hasyiyatul Jamal, juz 1, hal 319 )
Dari keterangan di atas dapat difahami bahwa shalat di atas kereta api apabila memenuhi syarat menghadap kiblat dan menyempurnakan rukun shalat maka diperbolehkan dan sah.
Namun yang menjadi permasalahan ialah ketika perjalanan menghabiskan waktu sholat dan sulitnya menghadap kiblat ketika perjalanan, disebabkan lintasan rel kereta api yang berbelok-belok. Dalam kondisi ini, maka orang tersebut tetap melaksanakan shalat namun ia wajib mengulanginya di kemudian waktu. Sholat yang demikian ini sering dikenal dengan sholat lihurmatil waqti.
(استقبال القبلة) أي الكعبة (شرط لصلاة القادر) عليه، فلا تصح صلاة بدونه إجماعا بخلاف العاجز عنه كمريض لا يجد من يوجهه إلى القبلة، ومربوط على خشبة فيصلي على حاله ويعيد
“Menghadap kiblat merupakan syarat sah sholat bagi orang yang mampu menghadapnya, tidak sah sholat tanpa menghadap kiblat berdasar konsesus ulama’. Berbeda dengan orang yang tidak mampu seperti orang sakit, tidak ada yang menghadapkannya ke kiblat, dan orang yang diikat pada kayu, maka sholat sesuai keadaannya dan mengulangi di kemudian.” (Syarhul Mahalli alal Minhaj, juz 1, hal 151)
Namun demikian, alangkah baiknya apabila seseorang tersebut mampu melaksanakan sholat dengan jama’, agar ia melaksanakan sholatnya dengan jama’ baik taqdim atau ta’khir yang mana diperbolehkan ketika bepergian.
Kesimpulannya ialah seseorang yang bepergian dengan kereta apabila tiba waktu sholat, maka ia tetap wajib sholat. Apabila ia mampu melaksanakan shalat dengan menghadap kiblat dan menyempurnakan rukun shalat, maka sholatnya sah.
Namun, apabila tidak mampu menghadap kiblat seperti pada umumnya ketika naik kereta api dan tidak memungkinkan turun untuk sholat, maka sholat lihurmatil waqti dan mengulangi sholat tersebut ketika sudah bisa melaksanakan sholat dengan sempurna.
Demikian penjelasan hukum shalat di kereta api. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam. [Baca juga: Video: Tata Cara Shalat di Atas Kendaraan]
Terkait
Desain Rumah Kabin
Rumah Kabin Kontena
Harga Rumah Kabin
Kos Rumah Kontena
Rumah Kabin 2 Tingkat
Rumah Kabin Panas
Rumah Kabin Murah
Sewa Rumah Kabin
Heavy Duty Cabin
Light Duty Cabin
Source link